Sabtu, 17 November 2012

pengalaman yang menyenangkan

Pengalaman yang menyenangkan. Saya adalah seorang tunanetra yang pertama kali mengikuti ex school yang orang normal biasa ikuti. Hari pertama keikut sertaan saya adalah pada tgl 16 november 2012. Keinginan saya muncul dua hari sebelumnya. Oh, ya. Saya hampir lupa memberi tahu eks school itu. Mungkin pembaca sekalian akan terkejut ketika mengetahuinya. Eks school itu adalah renang. Saya yakin, pasti di benak pembaca sekalian akan timbul pertanyaan: apakah tunanetra bisa renang? Jawabannya bisa. Kenapa? Karena, di bali sudah ada atlet renang tunanetra yang sudah mengantongi juara renang dari tingkat nasional hingga tingkat internasional. Dia adalah I Ketut Sumita. Ia mengalami kecacatan sejak ia sudah menikah. Ketika itu, ia bercerita bahwa ia mengalami kecelakaan kerja. Matanya terkena sendok makan ketika membuat kopi. Matanya kemudian mengalami penyakit pendarahan di kelopak mata yang sering disebut blu koma. Ia kemudian mendapat informasi, bahwa di bali ada sekolah yang khusus menangani kecacatan seperti yang dideritanya. Hingga suatu hari, ia sudah betah tinggal di asrama dan dekat bersama saya, ia banyak bercerita tentang dirinya. Saya sangat kagum kepadanya, ketika saya mendengar bahwa ia berhasil mendapatkan medali perak dalam cabang renang tingkat nasional di Solo. Saya tidak menyangka kalau ia bisa berenang. Ia adalah orang pertama yang menjawab rahasia tunanetra yang begitu mengagumkan. Ia juga pernah mewakili Indonesia di Vietnam, dan ia mendapatkan 5 emas dan gelar juara renang saat itu. Waktu pun bergulir sangat cepat. Tahun 2012 bulan juli, ketua asrama saya menggagas hal baru. Rencananya semua anak-anak yang masih tinggal di sana maupun yang sudah tamat akan diberikan pelatihan renang pada jam kegiatan sore. Itupun terwujud. Ekstra itu sekarang sudah berjalan. Dan saya baru pertama kali mengikutinya. Saya merasa lebih senang mengikuti renang karena saya akan mendapatkan banyak pelajaran dan hal baru di sana. Cita-cita saya adalah: ingin melanjutkan kesuksesan I Ketut Sumita, agar masyarakat umum mengetahui bahwa tunanetra tidak seperti yang mereka fikirkan. Saya yakin, tunanetra bisa melakukannya. Dan saya percaya, dukungan dari orang-orang terdekat pasti ada. Saya tidak boleh patah semangat, karena saya adalah orang tunanetra yang pantang menyerah dan tidak mudah putus asa. Saya akan selalu berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar cita-cita dan pengharapan saya dapat terwujud.

Senin, 19 Maret 2012

NEW CERPEN


BERCENGKRAMA DENGAN KEHENINGAN

Hari itu adalah hari besar agama Hindu. Aku dan Putra baru saja terbangun dari peraduan. Putra nampaknya sedikit bingung, Karena hari itu sangat sunyi. Oh, ya. Putra adalah teman sebayaku yang beda agama. Ia baru 3 hari tinggal di Bali. Orang tuanya merantau ke Bali untuk mencari pekerjaan. Sehingga, Dia ikut serta bersama mereka, dan disekolahkan di sekolah yang sama denganku.
Di kamar kos yang kami tempati ini, kami menhabiskan waktu dengan berbincang-bincang.
                        Wah de, Ini ya yang namanya hari raya Nyepi? Sungguh terasa menenangkan bagiku.”, Kata Putra sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Ya, ini adalah sebuah pengalaman yang berharga bagimu. Mungkin di daerahmu tidak ada kejadian seperti ini.”, Jawabku setengah berbisik.
                        “Pastinya De, Aku kan tinggal di Jakarta. Mana mungkin ada kejadian kayak gini. Oh ya, Aku juga merasa nyaman jika kejadian ini berlangsung satu hari.”,  Ujarnya pelan.
“Kamu benar, Put. Kejadian ini memang berlangsung satu hari. Jadi, kamu harus menjadikan momen ini sebagai pengalamanmu selama tinggal di Bali.”, Kataku lagi.

Hari semakin siang. Aku dan Putra pun pergi ke halaman depan untuk mencari udara.
Kelihatannya Putra sedikit khawatir denganku.
“De, Kok nggak makan?”.
“Ya Put. Hari ini memang semua umat Hindu tidak makan dan minum. Termasuk aku.”.

Setelah aku selesai menjelaskan semua kepada Putra, barulah dia mengerti keadaanku.
Dia hanya bisa tersenyum, dan merasakan keheningan yang terjadi.
Setelah lama berada di halaman, Kami pun kembali masuk ke dalam kamar.
                        Hari semakin gelap. Aku pun segera mandi.
            Seusai mandi, aku segera melakukan hal rutin setiap hari yaitu sembahyang.
Setelah semuanya selesai, aku pun kembali ke kamar.
                        “Lho, De. Kok lampunya tidak dinyalakan?”.
“Inilah uniknya hari raya ini. Semua orang yang ada di Bali, tidak diperkenankan menyalakan lampu.”
“Trimakasih ya De. Kamu udah bisa menjelaskan semuanya sedari pagi hingga sekarang. Aku mengerti sekarang.”.

Saat itulah, Putra mulai mengerti semua yang terjadi di Bali.
Ini akan dijadikan pengalaman olehnya.

Dari cerita di atas, Saya ingin mengucapkan: Selamat hari raya Nyepi, Tahun baru Saka 1934.